Part 1 : Placing !
! !
Kupaksakan
tubuh kecilku menyeruak masuk kerumunan orang yang berdesak-desakkan di depan
papan pengumuman. “Ega, liatin punyaku dong”, pekikku sambil terus berusaha
berjinjit-jinjit diantara para bongsor. “Ie..bentar Rie, ini juga lagi dicariin”
kepala ega terlihat naik turun sedang melihat deretan tulisan yang panjang dan
begitu banyak. “Eh kamu dapet Temanggung ! !, hahaha, Jauh amat Rie” antara
senang dan mengejek “Ah masa?, aku penasaran dan semakin semangat untuk
mendesak kerumunan itu. Begitu sampai di depam “Nih liat, dibilangin tidak
percaya”, ega meringis. “Ah bodo amat mau dimana”, aku menjawab ketus. “Kamu
dapet mana?”. “Kudus doong, dekeet”. “Ah gak seru, seruan Temanggung” Aku tak
mau kalah.
Pagi
itu aku sedang melihat pengumuman AMAS, abdi masyarakat. Yah semacam program
yang kita masuk ke desa-desa untuk membuat pengembangan – pengembangan, bisa
ekonomi, pendidikan, infrastruktur. macem-macem. Antara perasaan ribet, seru
dan penasaran jadi satu. ah kaya apa ya disana. Kita dibagi dalam tiga
kabupaten dimana setiap kabupaten terdiri banyak desa, maklum ini adalah
hajatan wajib bagi setiap mahasiswa, ratusan mahasiswa harus di sebar ke semua
desa-desa.
Part 2 : Aku??
Suara
hiruk pikuk mahasiswa memenuhi seluruh ruangan, hari ini kita di aula yang
sangat besar. deretan kursi terjajar rapi, sebagian besar sudah terisi
mahasiswa-mahasiswa semester akhir yang siap mengikuti program ini. Ribut
bersenda gurau dengan kiri kanannya. Aku sendirian celingukan di depan,
teman-teman seangkatanku lebih banyak mendapat kabupaten yang berbeda dengan
denganku. Sangat sedikit yang berada di kabupaten yang sama denganku. Itupun
berbeda kecamatan, praktis pertemuan koordinasi ini aku benar-benar sendiri.
Kutanya mahasiswa di sampingku, seorang cewek disampingku, yang bertubuh kecil,
berambut ikal dan berkulit sawo matang tapi cukup manis. “Mbak dari jurusan
apa?” tanyaku. “Oh saya dari jurusan manajemen mas”. “Oh..”, aku mengangguk
pelan. Seantero fakultas campur aduk disini, sehingga banyak penampilan aku
anggap “aneh”, maklum kami orang eksak, cenderung cuek dengan penampilan
berbeda dengan anak-anak sosial yang modis. apalagi cewek-ceweknya. hmmm... Aku
ingat memiliki teman di manajemen juga, guna menambah percakapan, aku pun
bertanya lagi “Eh kenal Ida gak, juniornya mbak sih angkatan 2006”. “Ida?wah
gak kenal tuh. Eh btw, namamu siapa?” jawabnya mulai terbuka. “Aku Rauzan, tapi
panggil aku Rie aja”, “Oh salam kenal Rie, aku Dewi”. belum sempat kami
bercakap-cakap lebih banyak. Pembimbing kami sudah memasuki ruangan, “Perhatian
semuanya”, suara tegas dan jelas. Kamipun seketika senyap dan memperhatikan.
Perkenalkan
saya Ardafi, dari fakultas Perikanan, saya akan menjadi pembimbing kalian semua
selama program AMAS ini. Hari ini kami akan membagi kalian ke desa-desa yang ada didalam
kecamatan. Jadi setiap desa memiliki tim sekitar 10 orang. Kita tentukan juga
siapa koordinator-koordinatornya. Saya tawarkan, siapa yang sukarela menjadi
koordinator kecamatan? Pak Ardafi menerawang ke seluruh ruangan. Seketika
ruangan sedikit gaduh karena satu sama lain saling berbisik. Tenang anak-anak
jangan saling tunjuk, maju, dan tunjukkan kalau kalian itu mahasiswa yang
berani dan terdidik. Dari kerumunan muncul laki-laki berkacamata dan berkulit
putih terlihat, terlihat cerdas, maju ke depan. Disusul pemuda berambut
gondrong tinggi ikal, seperti anggota band metal batinku. kemudian pak ardafi
menambahkan, saya harap ada wanitanya ya, karena kepengurusan juga terdiri
sekertaris dan bendahara. Gadis berparas manis, berkulit putih dan berambut
lurus pun ikut maju. Terakhir seorang cowok berambut klimis ala elvis presley
maju ke depan. Nah saya rasa cukup, perkenalkan nama kalian masing-masing dan
visi misi dalam program AMAS. Cowok kacamata mulai memperkenalkan diri, nama
saya Rio, saya dari Jurusan mesin. Si Eksentrik, cowok gondrong menyambung,
nama saya Yora dari Kelautan. Cewek manis yang paling bening di antara mereka
semua. Nama saya Anggi suara lembutnya membius semua orang. setelah dengan semua celoteh
visi misi masing-masing. akhirnya kita memilih satria. Soalnya bicaranya
lantang dan meyakinkan, entah terlepas itu benar-benar atau tidak.
Tibalah
pemilihan koordinator desa, nama-nama sudah terbagi dalam kelompok yang akan di
bagikan ke desa-desa. Aku sudah sekelompok dengan 7 orang cowok dan 3 orang
cewek, surprisenya aku bareng si eksentrik yora, Kemudian Rial dari bisnis,
Henda dari geologi, Ito dari hukum, Pras dari Sipil, Aldea dari lingkungan,
satu orang spertinya sangat jenius Isyam dari Fisika. dan cewek-ceweknya ada
Ida dari hukum, Avia dari Perikanan, dan Liz dari Industri. Tibalah
saat menentukan coordinator. “Baik anak-anak..!”, suara Pak Ardafi bersahabat
tapi tegas membahana, “Saatnya kalian menentukan koordinator masing-masing desa”,
kami pun saling celingukan, saling pandang seolah berkata “Jangan guwe ya, lu
aja !!”, “Saya tidak akan menunjuk siapa masing-masing diantara kalian,
silahkan kalian musyawarahkan masing-masing”. Suara yang hening tiba-tiba
gaduh, masing-masing kelompok sibuk berdiskusi atau lebih tepatnya saling
sorong, siapa yang menjadi coordinator.
Dan..dikelompok kami, cenderung lebih kalem
dari pada yang lain, “Siapa ni?!” bisik Rial. “Lu aja gimana Pras, lu
kelihatannya meyakinkan” kata Henda sok tahu. “Hei kenapa guwa??” Pras panic, “Guwa
ga ada pengalaman tahu !”. “Anak-anak..saya
harap diskusi kalian tidak memakan waktu lama, lima belas menit lagi saya tunggu.
Setelah ini, harap setiap perwakilan berkumpul di Aula depan untuk berdiskusi
lebih lanjut mengenai program kalian dengan pengurus tingkat kecamatan”, tanpa
basa-basi pak ardafi menimpali, kami pun tambah kalut.
Yang lain yang hanya diam pun, “menumbalkan”
pras yang tanpa dosa. “Iya pras, lu aja lah..”. “Yakin kok kita dukung…” yang
cewek pun menimpali. “Ya sudahlah guwe aja..” Pras dengan loyo tidak semangat
menyahut. “Yak..waktunya berkumpul..saya jamin..pengalaman kalian sebagai coordinator
akan sangat berguna di masa mendatang”, masing-masing desa pun berlahan ada
seorang yang “sanggup” berdiri mewakili desanya, sedangkan Pras masih tidak
bergeming. “Ayo..buruan Pras…”, Rial bergumam gemas. “Oke..” jawab pras dengan
perlahan melangkah gontai.
Di saat rekanku riuh berdebat menentukan siapa
yang “berhak” untuk menjadi coordinator. Aku seolah mengamati dari dimensi
lain, “Aku sebenarnya ingin mengambil peran ini..”, batinku. “Tapi apa aku
bisa, aku hanya pernah menjadi kepala divisi dalam organisasi kampus, yang
notabene kawan sendiri yang sudah tahu bagaimana tabiatnya. Organisasi kampus
adalah bentuk kerelaan, sedangkan ini adalah mungkin bagi beberapa mahasiswa
adalah bentuk “keterpaksaan” demi munculnya angka-angka nilai pada beban SKS ‘AMAS’
!” batinku meracau. “Konon jika naas maka kita hanya menjadi tumbal di antara
mahasiswa-mahasiswa malas, hanya satu dua orang saja yang mengerjakan, yang
lain jangan tanya, hanya akan ongkang-ongkang”. Tetapi seolah bisikan malaikat
pelan berdesis di telingaku “Rie..elu harus ambil ini peran, lu akan dapat ‘experience’
yang gak semua orang dapat”. “Ah mana ada ‘eksperien’ yang ada lu malah jadi ‘eksperimen’
tu bocah-bocah”, suara gaib dari sisi negatif tak mau kalah, sebut saja Om Ibe.
Dalam pras langkah pras yang gontai dengan
penampakan yang sama sekali tidak meyakinkan itu, entah kekuatan apa yang
mendorongku “Guwa aja Pras”, pras terhenti, “Serius Rie..makasih ya, guwa siap
deh jadi wakil”, “wah mantab..”Aldea menimpali. “Ah lu manteb-manteb aja, kalau
berani ngajuin diri dong”, gumamku “Hahaha,,” Aldea tergelak “Tenang Pak Koord,
kamu support dah”, selorohnya sambil setengah mengejek. Aku tak terlalu ambil
pusing, segera menuju aula dan ikut rapat koordinasi. For my first time, inilah
real team yang aku pegang untuk pertama kalinya. Dan ada fakta yang membuat aku
jengkel nanti pada tengah-tengah program, ternyata dua kunyuk Rial dan Aldea
sudah berpengalaman dalam Badan Fakultas Mahasiswa, cih, tahu seperti itu aku
akan tunjuk kalian habis-habisan, tapi aku tak menyesal, karena kisah berwarna
Desa Kopi, di mulai dari detik ini…


- Follow Us on Twitter!
- "Join Us on Facebook!
- RSS
Contact