Friday, April 14, 2017

Koordinator Kesiangan (Baca - Pahlawan Kesiangan)

Our Song is Our Story
Part 1 : Placing ! ! !

Kupaksakan tubuh kecilku menyeruak masuk kerumunan orang yang berdesak-desakkan di depan papan pengumuman. “Ega, liatin punyaku dong”, pekikku sambil terus berusaha berjinjit-jinjit diantara para bongsor. “Ie..bentar Rie, ini juga lagi dicariin” kepala ega terlihat naik turun sedang melihat deretan tulisan yang panjang dan begitu banyak. “Eh kamu dapet Temanggung ! !, hahaha, Jauh amat Rie” antara senang dan mengejek “Ah masa?, aku penasaran dan semakin semangat untuk mendesak kerumunan itu. Begitu sampai di depam “Nih liat, dibilangin tidak percaya”, ega meringis. “Ah bodo amat mau dimana”, aku menjawab ketus. “Kamu dapet mana?”. “Kudus doong, dekeet”. “Ah gak seru, seruan Temanggung” Aku tak mau kalah.

Pagi itu aku sedang melihat pengumuman AMAS, abdi masyarakat. Yah semacam program yang kita masuk ke desa-desa untuk membuat pengembangan – pengembangan, bisa ekonomi, pendidikan, infrastruktur. macem-macem. Antara perasaan ribet, seru dan penasaran jadi satu. ah kaya apa ya disana. Kita dibagi dalam tiga kabupaten dimana setiap kabupaten terdiri banyak desa, maklum ini adalah hajatan wajib bagi setiap mahasiswa, ratusan mahasiswa harus di sebar ke semua desa-desa.

Part 2 : Aku??

Suara hiruk pikuk mahasiswa memenuhi seluruh ruangan, hari ini kita di aula yang sangat besar. deretan kursi terjajar rapi, sebagian besar sudah terisi mahasiswa-mahasiswa semester akhir yang siap mengikuti program ini. Ribut bersenda gurau dengan kiri kanannya. Aku sendirian celingukan di depan, teman-teman seangkatanku lebih banyak mendapat kabupaten yang berbeda dengan denganku. Sangat sedikit yang berada di kabupaten yang sama denganku. Itupun berbeda kecamatan, praktis pertemuan koordinasi ini aku benar-benar sendiri. Kutanya mahasiswa di sampingku, seorang cewek disampingku, yang bertubuh kecil, berambut ikal dan berkulit sawo matang tapi cukup manis. “Mbak dari jurusan apa?” tanyaku. “Oh saya dari jurusan manajemen mas”. “Oh..”, aku mengangguk pelan. Seantero fakultas campur aduk disini, sehingga banyak penampilan aku anggap “aneh”, maklum kami orang eksak, cenderung cuek dengan penampilan berbeda dengan anak-anak sosial yang modis. apalagi cewek-ceweknya. hmmm... Aku ingat memiliki teman di manajemen juga, guna menambah percakapan, aku pun bertanya lagi “Eh kenal Ida gak, juniornya mbak sih angkatan 2006”. “Ida?wah gak kenal tuh. Eh btw, namamu siapa?” jawabnya mulai terbuka. “Aku Rauzan, tapi panggil aku Rie aja”, “Oh salam kenal Rie, aku Dewi”. belum sempat kami bercakap-cakap lebih banyak. Pembimbing kami sudah memasuki ruangan, “Perhatian semuanya”, suara tegas dan jelas. Kamipun seketika senyap dan memperhatikan.

Perkenalkan saya Ardafi, dari fakultas Perikanan, saya akan menjadi pembimbing kalian semua selama program AMAS ini. Hari ini kami akan membagi kalian ke desa-desa yang ada didalam kecamatan. Jadi setiap desa memiliki tim sekitar 10 orang. Kita tentukan juga siapa koordinator-koordinatornya. Saya tawarkan, siapa yang sukarela menjadi koordinator kecamatan? Pak Ardafi menerawang ke seluruh ruangan. Seketika ruangan sedikit gaduh karena satu sama lain saling berbisik. Tenang anak-anak jangan saling tunjuk, maju, dan tunjukkan kalau kalian itu mahasiswa yang berani dan terdidik. Dari kerumunan muncul laki-laki berkacamata dan berkulit putih terlihat, terlihat cerdas, maju ke depan. Disusul pemuda berambut gondrong tinggi ikal, seperti anggota band metal batinku. kemudian pak ardafi menambahkan, saya harap ada wanitanya ya, karena kepengurusan juga terdiri sekertaris dan bendahara. Gadis berparas manis, berkulit putih dan berambut lurus pun ikut maju. Terakhir seorang cowok berambut klimis ala elvis presley maju ke depan. Nah saya rasa cukup, perkenalkan nama kalian masing-masing dan visi misi dalam program AMAS. Cowok kacamata mulai memperkenalkan diri, nama saya Rio, saya dari Jurusan mesin. Si Eksentrik, cowok gondrong menyambung, nama saya Yora dari Kelautan. Cewek manis yang paling bening di antara mereka semua. Nama saya Anggi suara lembutnya membius semua orang. setelah dengan semua celoteh visi misi masing-masing. akhirnya kita memilih satria. Soalnya bicaranya lantang dan meyakinkan, entah terlepas itu benar-benar atau tidak.

Tibalah pemilihan koordinator desa, nama-nama sudah terbagi dalam kelompok yang akan di bagikan ke desa-desa. Aku sudah sekelompok dengan 7 orang cowok dan 3 orang cewek, surprisenya aku bareng si eksentrik yora, Kemudian Rial dari bisnis, Henda dari geologi, Ito dari hukum, Pras dari Sipil, Aldea dari lingkungan, satu orang spertinya sangat jenius Isyam dari Fisika. dan cewek-ceweknya ada Ida dari hukum, Avia dari Perikanan, dan Liz dari Industri.  Tibalah saat menentukan coordinator. “Baik anak-anak..!”, suara Pak Ardafi bersahabat tapi tegas membahana, “Saatnya kalian menentukan koordinator masing-masing desa”, kami pun saling celingukan, saling pandang seolah berkata “Jangan guwe ya, lu aja !!”, “Saya tidak akan menunjuk siapa masing-masing diantara kalian, silahkan kalian musyawarahkan masing-masing”. Suara yang hening tiba-tiba gaduh, masing-masing kelompok sibuk berdiskusi atau lebih tepatnya saling sorong, siapa yang menjadi coordinator.

Dan..dikelompok kami, cenderung lebih kalem dari pada yang lain, “Siapa ni?!” bisik Rial. “Lu aja gimana Pras, lu kelihatannya meyakinkan” kata Henda sok tahu. “Hei kenapa guwa??” Pras panic, “Guwa ga ada pengalaman tahu !”.  “Anak-anak..saya harap diskusi kalian tidak memakan waktu lama, lima belas menit lagi saya tunggu. Setelah ini, harap setiap perwakilan berkumpul di Aula depan untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai program kalian dengan pengurus tingkat kecamatan”, tanpa basa-basi pak ardafi menimpali, kami pun tambah kalut.

Yang lain yang hanya diam pun, “menumbalkan” pras yang tanpa dosa. “Iya pras, lu aja lah..”. “Yakin kok kita dukung…” yang cewek pun menimpali. “Ya sudahlah guwe aja..” Pras dengan loyo tidak semangat menyahut. “Yak..waktunya berkumpul..saya jamin..pengalaman kalian sebagai coordinator akan sangat berguna di masa mendatang”, masing-masing desa pun berlahan ada seorang yang “sanggup” berdiri mewakili desanya, sedangkan Pras masih tidak bergeming. “Ayo..buruan Pras…”, Rial bergumam gemas. “Oke..” jawab pras dengan perlahan melangkah gontai.

Di saat rekanku riuh berdebat menentukan siapa yang “berhak” untuk menjadi coordinator. Aku seolah mengamati dari dimensi lain, “Aku sebenarnya ingin mengambil peran ini..”, batinku. “Tapi apa aku bisa, aku hanya pernah menjadi kepala divisi dalam organisasi kampus, yang notabene kawan sendiri yang sudah tahu bagaimana tabiatnya. Organisasi kampus adalah bentuk kerelaan, sedangkan ini adalah mungkin bagi beberapa mahasiswa adalah bentuk “keterpaksaan” demi munculnya angka-angka nilai pada beban SKS ‘AMAS’ !” batinku meracau. “Konon jika naas maka kita hanya menjadi tumbal di antara mahasiswa-mahasiswa malas, hanya satu dua orang saja yang mengerjakan, yang lain jangan tanya, hanya akan ongkang-ongkang”. Tetapi seolah bisikan malaikat pelan berdesis di telingaku “Rie..elu harus ambil ini peran, lu akan dapat ‘experience’ yang gak semua orang dapat”. “Ah mana ada ‘eksperien’ yang ada lu malah jadi ‘eksperimen’ tu bocah-bocah”, suara gaib dari sisi negatif tak mau kalah, sebut saja Om Ibe.

Dalam pras langkah pras yang gontai dengan penampakan yang sama sekali tidak meyakinkan itu, entah kekuatan apa yang mendorongku “Guwa aja Pras”, pras terhenti, “Serius Rie..makasih ya, guwa siap deh jadi wakil”, “wah mantab..”Aldea menimpali. “Ah lu manteb-manteb aja, kalau berani ngajuin diri dong”, gumamku “Hahaha,,” Aldea tergelak “Tenang Pak Koord, kamu support dah”, selorohnya sambil setengah mengejek. Aku tak terlalu ambil pusing, segera menuju aula dan ikut rapat koordinasi. For my first time, inilah real team yang aku pegang untuk pertama kalinya. Dan ada fakta yang membuat aku jengkel nanti pada tengah-tengah program, ternyata dua kunyuk Rial dan Aldea sudah berpengalaman dalam Badan Fakultas Mahasiswa, cih, tahu seperti itu aku akan tunjuk kalian habis-habisan, tapi aku tak menyesal, karena kisah berwarna Desa Kopi, di mulai dari detik ini…

0 komentar:

Post a Comment

 
;